Cerpen Generasi Muda Tips Move On! Part 2

Assalamu'alaikum...
Saya datang lagi membawakan setengah lagi dari cerpen sebelumnya..
Selamat membaca dan semoga bermanfaat :-)

Move On! (Part 2)


“Kalian awasi Nexta mulai dari dia masuk ke kafe sampai dia berpisah dengan Mario. Jangan lengah. Dan kalau mereka pergi berdua dari kafe kalian awasi kemana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan.” Jawabku
            “Sip!” Alex dan Ben menjawab serentak.
            “Thanks ya guys. Aku mengandalkan kalian”                                 Itu ucapan terakhirku sebelum video call terputus.
*Author Point of View*
Weekend ini Mario ngajak Nexta ketemuan di sebuah kafe. Nexta udah nyampe duluan sebelum Mario. Nexta memesan minum sambil menunggu Mario datang. Tak lama kemudian, seseorang mendekati Nexta.
“Nexta kan?” Dia menyapa.
“Iya, Mario ya?”
“Iya, aku Mario. Maaf ya aku telat. Kamu udah lama?” Ia berkata dengan sopan.
“Enggak kok” Nexta memberikan senyuman termanisnya. Setelah mereka memesan makanan, mereka ngobrol kayak udah kenal lama, akrab banget. Sementara itu, dari kejauhan Alex dan Ben memperhatikan mereka berdua.
“Nexta, sebentar ya, aku mau ke toilet” Mario izin kepada Nexta, Nexta mengangguk.
“Aku titip dompet sama kunci mobli ya” Mario pun berlalu. Dia udah mempercayakan dompet dan kunci mobilnya, dia pasti serius, pikir Nexta dalam hatinya.
“Perasaan gue mulai aneh ni, Ben” Ucap Alex dan masih memperhatikan Nexta
“Sama, gue juga” Balas Ben
Lalu Mario kembali dari toilet dengan kepala berdarah. “Mario kamu kenapa?” Tanya Nexta dengan nada panik.
“Tadi aku kepleset di toilet, kepalaku terbentur wastafel” Jawab Mario
“Yaudah kita ke RS sekarang” Ucap Nexta, ia terlihat sangat khawatir.
“Gak usah, aku mau pulang aja, aku bisa obatin sendiri” Balas Mario.
“Aku temani kamu ya” Nexta menawarkan dirinya, Mario mengangguk. Nexta dan Mario pun keluar dari kafe dan masuk ke dalam mobilnya Mario lalu melesat pergi. Ben dan Alex mengikuti mobil tersebut.
Mereka sampai disebuah rumah mewah dengan nomor 17A. Rumah Mario. Nexta terkagum, ia mencoba mengabaikan angka 17 itu. Nexta turun dari mobil dan membantu Mario berjalan hingga masuk ke rumah. Ben dan Alex memarkirkan mobil mereka di luar pagar dan mengendap-endap masuk kedalam rumah.
“Rumah kamu sepi banget, orang tua kamu kemana?” Tanya Nexta
“Mereka lagi kerja diluar negri, pembantu-pembantuku pun pada pulang kampung, jadi sekarang aku sendirian di rumah sebesar ini” Jawab Mario disertai pernyataan lain. “Ini kamarku, masuk aja”
Sementara itu, Alex dan Ben kehilangan jejak Nexta dan Mario.
“Mereka kemana sih, Lex?” Tanya Ben dengan kebingungan
“Gak tau nih, udah gak kelihatan” Balas Alex dengan bingung juga.
“Kita pencar deh, lo ke kanan, gue ke kiri” Ben memberi perintah
“Oke”
Nexta dan Mario telah masuk ke kamar Mario.  Kamarnya luas banget, luasnya 3 kali lipat dibandingkan kamar kosnya Nexta dan Nether. Nexta terkagum. Sementara Mario yang berada di belakang Nexta tersenyum nakal sambil mengunci pintu kamar. Ia menghapus darah palsu di kepalanya yang ia gunakan untuk membawa Nexta ke rumahnya. Nexta mendengar suara pintu di kunci dan berbalik. Ia mendapati Mario memandang penuh nafsu kepadanya. Sekarang, ia takut.
Mario mulai mendekati Nexta, “Jangan mendekat” Pekik Nexta. Nexta melangkah mundur hingga akhirnya punggungnya telah mencapai dinding dan ia tak bisa mundur lagi. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Ia ketakutan. Sedangkan Mario makin mendekat, akhirnya Nexta terkepung oleh lengan Mario.
“Why, honey? Are you scare? Don’t worry, we’ll have fun..” Ucap Mario merayu Nexta sambil mencolek dagunya, Nexta mengelak. Airmata ketakukan mulai mengalir di pipi Nexta. Seseorang, tolong aku, Nexta menjerit dalam batinnya.
“Mereka dimana, sih?!” Ben mulai geram karena tak kunjung menjumpai Nexta dan Mario.
Mario mulai membelai rambut dan pipi Nexta, Nexta meringis seolah tangan Mario adalah cakar yang siap menerkamnya. Ya Tuhan, kenapa aku terlalu cepat percaya pada orang yang tidak ku kenal?!, Nexta mengutuk dirinya sendiri.
“Firasat gue gak enak. Duh Nexta, lo dimana?!” Alex mulai panik sendiri karena feelingnya.
Mario mencengkam mulut Nexta agar ia tak bisa teriak. Tangan mario mulai jahil di bahu Nexta, perlahan tangannya merobek baju Nexta. Oh tidak, jangan, Nexta semakin takut, ia menangis. Nexta menghindari tangan Mario dengan sekuat tenaganya. Mulutnya pun berhasil lepas dari tangan Mario. Ia berlari menuju pintu, ia mencoba membukanya, tapi terkunci. Ia panik.
“Mau kemana, sayang? Ruangan ini terkunci.” Ucap Mario yang mulai melangkah ke arah Nexta sambil memainkan kunci pintu kamar di tangannya. Itu kuncinya, Nexta menggertak.
“Lo mau apa?! Jangan macam-macam!” Nexta mengacungkan jari telunjuknya ke Mario sebagai tanda peringatan.
“Kita akan senang-senang sayang..”
“Lo berhenti disana! Atau gak gue bakal teriak!” Nexta mengancam dengan suara gemetaran.
“TOLONG!!” Teriak Nexta. Mario mulai hilang kesabaran. Ia berlari dan mengunci tubuh Nexta di dinding, mulutnya ia bekap.
“ Itu suara Nexta, tapi dimana?” Ben mencari sumber suara dan mengikutinya.
“Nexta? Disana” Alex langsung dapat posisi Nexta dan berlari menghampiri.
“Hei, asal lo tau, rumah ini kosong, benar-benar kosong, hanya ada kita berdua disini. Gak ada yang akan nolongin lo” Mario menggertak Nexta yang sudah hampir tak berdaya.
“Nexta!!” Ben dan Alex berteriak serentak. Nexta mendengar harapan. Ben dan Alex ada disana. Terima kasih, Tuhan.. Nexta menggigit tangan Mario yang membekapnya, Mario meringis.
“Ben, Alex, tolong!!” Nexta menjerit
“Dimana?” Tanya Ben pada Alex
“Di dalam pintu itu” Jawab Alex. Mereka berdua mendekati pintu itu.
“Nexta, kamu di dalam?!” Teriak Alex
“Alex, tol...
Mario membekap mulut Nexta lagi, “S***, kenapa mereka bisa sampai disini?!” Mario mengutuk
Ben dan Alex mendobrak pintu itu bersamaan. BRAK! Pintu terbuka. Ben dan Alex mendapati Mario yang sudah hampir setengah telanjang tengah membekap Nexta yang bajunya ada bagian yang robek.
“Kurang ajar lo, bre*****!!” Ben hilang kesabaran, ia langsung mem-bogem Mario hingga jatuh ke lantai. Alex menghampiri Nexta untuk memeriksa keadaannya.
“Nex, kamu gapapa?” Alex menatap wajah Nexta yang di penuhi air mata dan ekspresi ketakutan. Alex merasa terganggu dengan bagian baju Nexta yang terbuka. Ia membuka jaketnya dan memakaikannya pada tubuh Nexta. Ia segera membawa Nexta keluar.
“Ben, cepetan!” Pekik Alex pada Ben sebagai isyarat agar mereka segera pergi dari tempat itu.
Ben mengabaikannya, ia masih geram dengan laki-laki kurang ajar itu. Serangan bertubi-tubi menghantam tubuh Mario. Akhirnya Mario tak lagi melawan.
“Makan tuh pukulan gue! Lo pantes mendapatkannya! Cih!” Ben memaki lelaki tak berdaya itu. Ia bahkan meludahinya. Ben menyusul Alex dan Nexta  yang sudah berada di dalam mobil sejak tadi. Setelah Ben masuk ke mobil, mobil ini langsung melesat pergi meninggalkan rumah menyeramkan itu.
Nexta duduk meringkuk di belakang kursi supir, kepalanya tenggelam dalam dua lututnya. Ben melirik ke sampingnya, ada Alex yang tengah fokus dengan jalanan, lalu ia melirik Nexta. Sesekali terdengar suara isakan tangis. Ibo hati Ben. Ben pindah kedudukan menjadi disebelah Nexta.
“Udah nangisnya, Nex. Kamu aman sekarang” Ucap Ben menenangkan Nexta. Alex melirik ke belakang seketika mendengar suara Ben yang memecah keheningan. Nexta masih terus terisak.
“Semoga kejadian ini menjadi pelajaran buat kamu dan kita semua” Sahut Alex

Part 4
“Jangan cepat percaya dulu dengan orang yang baru kita kenal, walaupun keliatan baik, manatau itu cuma topengnya.” Ben menasehati Nexta. Nexta mengangkat wajahnya dan menyeka airmatanya.
“Iya” Nexta menyimpul senyum. Ben menghela nafasnya. Lalu, untuk beberapa menit keadaan kembali hening.
“Ben, Alex..” Panggil Nexta, “Terima kasih ya” Ben menoleh dan tersenyum. Alex tersenyum dan masih fokus pada jalanan.
“Kalau kalian gak ada, mungkin masa depan aku jadi suram, dan aku lebih memilih untuk mati” Lanjut Nexta
“Jangan ngomong gitu, Nex.” Balas Ben
“Nexta, kamu harusnya berteima kasih pada Nether. Kami gak akan ada disana kalau Nether gak minta bantuan pada kami” Alex tiba-tiba angkat bicara.
“Nether?”
“Iya, dia meminta kami untuk menjagamu selama kamu bersama cowok tadi. Dia udah punya firasat kurang baik sejak awal Mario ngajak kamu ketemuan” Jelas Ben. Setelah itu keadaan hening kembali hingga mobil itu sampai di kos Nexta. Nether membukakan pintu.
“Nexta, kamu gakpapa? Udah malam baru pulang” Begitulah ucapan Nether menyambut kepulangan Nexta. Nexta langsung mengambur ke tubuh Nether, ia memeluknya erat.
“Makasih kamu udah khawatir sama aku dan nyelamatin aku” Ucap Nexta suaranya terbungkam di bahu Nether. Nether tersenyum dan mengelus rambut Nexta, “Ya, sekarang kamu masuk ya, bersihin badan kamu” Nexta melepas pelukannya, sebelum ia masuk, ia berbalik dan tersenyum pada Ben dan Alex. Ben dan Alex jadi salah tingkah dan membalas senyuman Nexta. Nexta pun berlalu dibalik pintu.
“Ben, Alex, mari masuk, aku menunggu laporan”
“Jadi, apa yang terjadi hari ini?” Nether meminta penjelasan dari Ben dan Alex. Secara bergantian Ben dan Alex menceritakan apa yang terjadi hari ini.
“Itulah yang terjadi” Alex mengakhiri ceritanya. Nether terkaget kaget mendengarnya, gak nyangka Nexta hampir kehilangan masa depannya, “Ben, Alex, makasih udah mau tolongin aku buat jagain Nexta, semoga gak terulang lagi”
“Ya Net, semoga jadi pelajaran” Balas Ben
“Net, kita pulang dulu ya, udah hampir larut malam, titp salam buat Nexta ya” Pamit Alex
“Iya, hati-hati ya”
Setelah Alex dan Ben pergi, Nether masuk ke kamar dan mendapati Nexta sedang duduk ditepi jendela sambil memandang langit malam.
“Nexta, kamu belum tidur?” Nether mendekati Nexta, Nexta menggeleng.
Nether menggigit bibir bawahnya, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada Nexta, tapi bagaimana mengatakannya?
Nexta melihat ada kegelisahan yang dipendam Nether, “Ada apa Net?”
Nether menarik nafas panjang, “Nexta, aku punya berita baik dan berita kurang baik”
“Berita apa?”
“Berita baiknya,” Nether memberi Nexta sebuah surat, Nexta membacanya.
“Kamu mau sidang? Eh, tunggu, kamu sidangnya hari ini? Tadi? Wahh.. Jadi, jadi gimana sidangnya?” Nexta terlihat antusias
“Iya, tadi.. Sidangnya berjalan lancar, kok” Nether menyeringai dengan ragu.
“Bagus dong, kok wajah kamu gitu?” Tanya Nexta yang memperhatikan ekspresi Nether
“Iya, bagus.. Tapi, ini berita kurang baiknya.. Karena bulan depan aku akan wisuda, aku mau pulang kampung buat jumpa sama keluarga” Jawab Nether
“Terus, berita kurang baiknya yang mana?”
“Karena aku mau pulang kampung, kamu pasti sendirian disini, entar kamu kenapa-napa.. aku khawatir”
“Hahaa, kamu udah banyak bantuin aku disini, aku udah banyak belajar dari pengalaman hidup sendirian dirantau urang.. Aku akan baik-baik aja..” Nexta memegang bahu Nether untuk meyakinkannya.
“Kamu yakin?”
“Yaiyalahh” Nexta terlihat yakin. Nether tersenyum lega.
~
*Nexta Point of View*
Nether udah pulang kampung dua hari yang lalu.. Aku tengah duduk di halte kampus sambil menunggu taxi langganan datang.. Badanku rasanya lemes banget, mau demam kayaknya.. Dua hari tanpa Nether rasanya kayak ada sesuatu yang hilang.. Tanpa sadar, hujan mulai turun diwajahku, aku mengusapnya.. Sekarang aku lagi banyak waktu luang tapi aku gak tau harus ngapain untuk mengisi waktu luang itu, hmm.. Seandainya Nether ada disini..
“Permisi,” Seseorang menghampiriku
“Ya?”
“Mbak lagi sedih ya?” Tanyanya. Ia adalah seorang wanita berhijab, ia terlihat sangat cantik
Aku tersenyum kecil, “Saya gak apa-apa kok..”
“Oh ya mbak, perkenalkan nama saya Nisa” Wanita ini memperkenalkan dirinya, ia mengulurkan tangannya dan aku menyambut uluran tangannya dan menyebutkan namaku
“Maaf mbak, boleh saya tanya?”
“Apakah mbak seorang muslimah?” Aku tergetar mendengar pertanyaan itu. Aku mengangguk pelan. Aku malu mendengar pertanyaan itu, apalagi sekarang aku hanya mengenakan rok payung sebawah lutut dengan baju kaos yang lengannya sampai siku dan rambut tergerai, sangat berbeda dengannya yang menggunakan baju gamis dan hijab panjang hingga sepinggangnya
“Alhamdulillah, apa mbak ada waktu luang? Jika boleh saya ingin mengajak mbak menghadiri sebuah majelis ta’lim” Ajaknya.
“Majelis ta’lim?” Aku baru pertama kali mendengarnya.
“Iya, itu seperti majelis ilmu, bakal ada ustadz atau ustadzah yang memberikan tausiyah kepada pesertanya, dengan begitu kita akan dapat lebih memahami tentang Islam” Jawab wanita cantik ini. Aku mengangguk-angguk tanda mengerti. Lalu wanita ini memberiku selembaran tentang majelis ta’lim yang ia maksudkan. Masa Remajaku, Masa Hijrahku, begitulah yang tertulis di selebaran tersebut. Aku mulai tertarik. Ini bisa digunakan untuk mengisi waktu luangku, apa salahnya belajar hal baru, apalagi ini ilmu agama, pasti berguna, fikirku.
“Saya boleh datang?” Tanyaku.
“Iya, tentu saja, ini terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar” Jawabnya
“Tapi, saya takut ngantuk kalau dengerin ceramah, gak terbiasa soalnya” Aku bicara dengan malu-malu.
“Yang ini Insya Allah gak bikin ngantuk mbak, cara penyampainnya unik, di tambah lagi topiknya tentang masalah yang dihadapi remaja seperti kita. Mulai dari cara mengontrol emosi, cara bergaul, sampai ke masalah percintaan remaja juga akan dibahas, dengan landasan agama tentunya” Jelasnya.

Part 5
“Percintaan juga?” Aku semakin banyak tanya. Ia mengangguk, “Masalah percintaan remaja dan cara mengatasinya berlandaskan agama Islam”
Aku gak pernah tau ada yang kayak begini.. Lebih baik aku hadiri, mungkin aku akan dapat menemukan cara untuk move on dari Johan
“Iya mbak, Insya Allah saya hadir” Ucapku dengan semangat.
“Alhamdulillah, kalau begitu saya permisi duluan ya mbak, Ma assalamah, Assalamu’alaikum” Ia berpamitan dan kemudian pergi
“Wa’alaikum salam”
.
            Sesampainya di kos, aku buka lemariku dan mencari baju yang cocok untuk acara itu. Tapi, semua bajuku bisa dikategorikan gak mengikuti syari’at. Duhh, aku harus pakai baju apa ya? Lalu terlintas dipikiranku, sepasang baju muslim yang aku punya, bajunya udah lama gak aku pake, dimana ya aku simpan? Aku bongkar seluruh isi lemari dan akhirnya, aku menemukannya. Yes! Tapi, sekarang kamarku jadi berantakan, haahh..
.
            Harinya pun tiba, aku kunjungi tempat acaranya pada waktu  yang telah ditentukan. Aku agak minder, kebanyakan dari pesertanya mengenakan hijab panjang dan terlihat lebih kemuslimahan, sedangkan aku, mengenakan rok  panjang dan baju kemeja yang agak longgar (tidak ketat) dan hijab yang pas-pasan menutupi dada.
            “Assalamu’alaikum” Seseorang menghampiriku.
            “Wa’alaikum salam” Jawabku
            “Wahh, mbak, kamu terlihat lebih cantik dengan hijab.. Istiqamah ya mbak” Ucapnya sambil tersenyum. Aku ingat dia adalah orang yang mengajakku ke tempat ini, namanya.. hmm, siapa ya namanya?.... Ni.. Nina? Bukan, Ni.. Nisa! Ha itu namanya. Aku membalas tersenyum, “Insya Allah”
            Ia membawaku ke kursi yang telah disediakan untuk muslimah, lalu ia meninggalkanku dan menuju belakang panggung. Kayaknya dia panitia, pikirku. Acarapun dimulai, aku hanya diam mendengarkan setiap kata yang di lantunkan oleh pentausiyah. Jujur aku ingin menangis, selama ini aku telah salah langkah, aku harus kembali. Hatiku tergetar mendengar lantunan ayat suci yang dikumandangkannya. Sekarang, dalam hati aku berteriak, aku tak ingin lagi trsesat seperti sekarang, aku ingin berubah!! Tanpa sadar air mataku menetes.
.
            Sesampainya aku di kos, aku memandang sekeliling, lalu tanganku bergerak menurunkan setiap bingkai fotoku yang menampakkan aurat. Aku masih tak henti menangis. Aku menyesal. Aku bertekad untuk merubah penampilanku, merubah pola pikirku, dan merubah gaya hidupku.
.          
*Author Point of View*
Mulai hari ini, Nexta mulai menggunakan hijab ke kampus. Ia berjalan dengan menundukkan padangannya. Sesekali ia mendengar desas-desus dari teman-teman kampusnya tentang perubahannya.
“Itu Nexta kan? Kok berhijab?”
“Sejak kapan Nexta berhijab?”
“Mungkin dia udah insyaf karena terlalu sering gonta-ganti pacar”
“Atau mungkin dia berubah karna gagal move on dari Johan”
Dan masih banyak lagi. Ini menyakitkan, tapi Nexta tetap dengan pendiriannya. Ia harus merubah hidupnya yang pernah gak karuan dulu. Ia berusaha mengabaikan desas-desus itu dan terus melangkah.
Tapi seorang lelaki terus memandangi Nexta dengan tatapan teduh, ia tersenyum melihat perubahan pada diri Nexta, setelah Nexta berlalu dari hadapannya, ia berkata dalam hatinya, “Bersabar sebentar ya Nexta, ini gak akan lama”
Hari demi hari Nexta lewati beriringan dengan proses hijrahnya. Keadaannya membaik, ia tak lagi gegana memikirkan Johan, sekarang ia telah bergabung dengan komunitas untuk muslimah di kampusnya. Hari ke hari ia terlihat makin bahagia, hingga ia lulus dari kampusnya dan pulang ke rumah orang tuanya.
Orang tuanya pun kaget melihat perubahan pada diri Nexta, mengingat dulu ketika masih SMP, betapa sulitnya Nexta untuk disuruh berhijab. Orang tuanya amat bahagia dengan perubahan Nexta sekarang. Kini Nexta bekerja di sebuah perusahaan sebagai ketua di bidang pemasaran (Wow).
2 Tahun kemudian
“Assalamu’alaikum” Seorang lelaki berpakaian rapi dengan setelan jas mendatangi rumah Nexta
“Wa’alaikumussalam” Ayah Nexta membukakan pintu
“Kamu Johan kan? Teman Nexta?” Sambung Ayahnya
“Iya om, saya Johan.” Jawabnya dngan sopan
“Mari Johan, silahkan masuk.” Ayah Nexta mempersilahkan Johan untuk masuk.
“Terimakasih om” Johan pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa.
“Kamu ada perlu sama Nexta ya?”
“Enggak om, saya ada perlu sama om” Jawab Johan dengan sedikit cengengesan.
“Sama om? Ada perlu apa nak?” Ayah Nexta sedikit tertawa.
Johan sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu ia menarik nafas panjang, “Begini om, jika di izinkan, saya ingin menjadikan Nexta sebagai pendamping hidup saya” Ucap Johan dengan keberanian yang telah ia kumpul sejak sekian lama.
“Kamu melamar Nexta?” Tanya si ayah seolah tak percaya.
“Iya om”
Ayah Nexta tertawa bahagia, “Alhamdulillah, om izinkan nak, om izinkan..” Si Ayah menjabat tangan Johan. Johan tersenyum bahagia.
“Om senang banget kamu datang melamar Nexta. Seblumnya, om khawatir, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya jadi gak punya waktu untuk memikirkan jodohnya” Si Ayah tertawa
Lalu Ibu Nexta datang membawa minuman  untuk tamu, “Wah, ada apa nih? Seru kayaknya”
“Buk, ini si Johan mau melamar Nexta” Jawab si Ayah
“Benar nak? Alhamdulillah”
Betapa bahagianya kedua orang tua ini mlihat jodoh anaknya di depan mata.

*Nexta Point of View*
“Assalamu’alaikum, ayah, ibu, Nexta pulang” Aku pulang dari kantor dan segera masuk kerumah. Aku mendapati seorang laki-laki tengah bersama orang tuaku, wajah lelaki itu terlihat familiar, siapa ya? Cukup lama aku berdiri di depan pintu memikirkan siapa lelaki itu.
“Nexta, sini nak” Perintah ibu dengan senyum lebar dibibirnya. Aku berjalan perlahan menuju ibu. Aku pandangi terus lelaki itu. Ia melihatku sekilas sambil tersenyum manis kemudian menundukkan kepalanya.
“Nexta, kamu ingat dia?” Tanya ibu. Dia yang ibu maksud adalah lelaki ini. Duhh, aku masih belum bisa mengingat siapa dia. Aku menggigit bibir bawahku lalu menggeleng pelan.
“Kamu gak ingat nak? Ini Johan, teman kuliah kamu dulu” Ucap Ayah. Aku mengangguk tanda mengerti, tunggu!! Johan? Laki-laki ini adalah Johan? Entah kenapa jantungku memompa darah sangat kencang.
Pandanganku beralih pada lelaki itu, “Johan?” Tanyaku. Lelaki itu mengangguk. Ini nyata kah? Atau hanya mimpi? Tanganku bergerak refleks mencubit kakiku “Aww” aku meringis kesakitan, jadi ini nyata? Johan yang dulu sangat inginku lupakan sekarang ada didepan mataku, di rumahku, ada apa ini?
“Kamu knapa?” Tanya ibu yang mendngar ringisanku. Aku menggeleng lalu menundukkan kepalaku, malu karena telah bertingkah bodoh.
“Nexta, Johan datang untuk melamar kamu, dia ingin kamu menjadi teman hidupnya” Ucap ibu. Aku seperti tersambar petir, aku gak pernah terfikir hari ini akan tiba. Aku  tatap wajah ibuku, terukir kebahagiaan disana, aku pun melihat hal yang sama di wajah ayah. Jantungku semakin gak karuan, aku justru merasa cemas. Semua memori masa kuliah dulu serasa berputar kembali di dalam otakku.
Ayah seolah melihat kecemasanku, “Kamu gak perlu khawatir, kamu tinggal mempersiapkan diri aja, semua akan kami atur” Ucap ayah dengan yakin.
“Ya Nexta, kamu mau kan?” Tanya ibu. Aku menelan ludahku. Aku diam untuk beberapa saat, aku brpikir kata apa yang harus aku ucapkan.
“Kamu tinggal bilang iya atau tidak aja, Nexta” Ucap ayah seolah membaca pikiranku. Lalu, dengan hati-hati dan perlahan aku mengangguk.
~
            “Sah?” Tanya penghulu
            “Sah...” Jawab para saksi
            “Alhamdulilah..”
            Hari itu pun tiba, 17 Juni 2019, aku dan Johan telah halal. Aku masih hampir tak percaya ini nyata. Kini aku percaya dengan istilah ‘Jodoh tak akan tertukar’ hahaa..
            Dan, setelah akad, Johan mengatakan sesuatu padaku, aku tercengang mendengarnya. Ia bilang, perasaannya terhadapku sama sekali tak pernah berubah walaupun kami sudah tak lagi berhubungan. Kenapa? Ia memutuskan hubungan denganku karna ia tak ingin aku mendekati zina, ia tak mau perasaan yang terikat antara aku dan dia justru menjerumuskan kami ke neraka, ia menginginkan cinta yang halal dengan restu Allah. Air mataku menetes mendengar pengakuannya, betapa bodohnya aku dulu yang telah berusaha seekuat tenaga melupakannya.
            Dan, masih ingat wanita yang Johan tag di postingannya dulu, yang aku kira wanita itu adalah pacar baru Johan? Ternyata wanita itulah yang tlah membantu awal hijrahnya dulu, setelah Johan mampu menghijrahkan dirinya sendiri, ia tak lagi meminta bantuan wanita itu. Bulan lalu Johan mendapat kabar bahwa wanita itu telah menikah. Johan bilang namanya Nisa. Aku berfikiran bahwa Nisa yang Johan maksud adalah Nisa yang membantu awal hijrahku juga.
~
            Tau gak kenapa kalian menemukan beberapa angka 1 dan 7 alias 17 dalam kisah singkat ini? Hihi, sebenarnya tanggal 17 adalah tanggal jadian Nexta dan Johan yang juga merupakan tanggal bersatunya jiwa dan raga kedua hamba Allah tersebut ^_^
 
“Ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, Allah jauhkan Yusuf darinya. Ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah berikan Yusuf untuk Zulaikha.”

TAMAT

Created By: Nilam Nurhasanah (Ig @luckylaam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Sederhana Generasi Muda

Cerpen Tentang Ulang Tahun